Penulis : Keisya Amaradwita
Sudah satu tahun desa Kantana diselimuti oleh kabut kerenggangan dan kebencian. Karena sihir
dari sebuah buku yang menjadi sumber kedamaian telah menghilang. Konon katanya, desa
Kantana awalnya ialah desa yang subur, makmur, dan sejahtera, namun semua itu berubah pada
saat seseorang tidak dikenal berhasil mencuri buku sihir desa tersebut. Buku sihir itu bernama
Pustakamantra. Buku ini dipercaya bisa membawa kedamaian bagi desa atau siapa saja yang
memilikinya.
Dari desa tersebut terdapat seorang perempuan yang merasa sudah muak dengan keadaan
desanya. Jujur saja, ia rindu sekali desanya yang dulu, tidak ada kebencian, tidak ada kerenggangan
hanya ada senyuman ramah dan kedamaian yang menyelimuti desanya. Namun sekarang berubah,
desanya itu sudah menjadi suram dan tidak damai. Desanya itu telah di selimuti kegelapan tak ada
cahaya damai seperti sedia kala. Ia harus segera mencari cara agar desanya itu bisa kembali
memancarkan sinar kedamaian seperti sedia kala.
Perempuan ini bernama Kinastri. Seorang anak perempuan dari Kantana yang memiliki tekad
kuat dan berjiwa besar, sama hal nya seperti Srikandi. Tubuhnya tinggi dan memancarkan sebuah
cahaya, membuat siapapun yang melihatnya akan terpesona dengannya. Karismanya yang
dikeluarkan membuat siapapun akan tertarik padanya. Dan sorot matanya yang tajam dan tegas
tapi tetap lembut, membuat siapapun yang melihatnya merasa segan padanya. Ia juga digadang-
gadang akan menjadi perempuan yang akan membawa desa Kantana ke semula kembali.
Memang setelah kejadian buku sihir itu menghilang banyak ramalan-ramalan yang bersebaran
dalam desa itu guna bisa mengembalikan keadaan seperti semula. Karena desa Kantana juga
dikenal dengan budaya ramalannya, itulah salah satu daya tarik yang dimiliki desa Kantana selain
buku Pustakamantra yang tersohor itu. Salah satu ramalan dari desa Kantana ialah akan ada
seorang perempuan yang akan mengembalikan desa itu seperti semula. Ciri-ciri dari perempuan
ini adalah ia memiliki tekad yang kuat dan berhati besar, matanya pun tajam namun penuh
keteguhan dan kelembutan. Akan terlihat pula dari dalam dirinya seperti memancarkan cahaya
yang terang. Ciri-ciri perempuan ini tergambar jelas dari diri Kinastri, bisa dipercayai bahwa
Kinastri lah yang suatu saat akan menyelematkan desa Kantana.
“Aku jadi ingat ramalan yang pernah kakek ceritakan padaku sebelum ia tiada, apa benar akulah
perempuan itu? Tapi aku tak yakin, jika memang benar akulah yang ada di ramalan itu apa yang
harus aku lakukan agar desa ini kembali? Aku tak kuasa melihat pemandangan suram ini, hanya
membuatku kesal” Ucap Kinastri di dalam hatinya sambil berjalan mencari angin segar. Seperti
yang dikatakannya masyarakat desa Kantana tidak ada yang saling bertegur sapa, hanya ada lirikan
kebencian dan wajah yang murung, benar-benar memuakkan! Tak lama Kinastri melihat terdapat
seorang lelaki paruh baya yang berdiri di hadapannya. Tak membutuhkan waktu lama Kinastri
segera berlari menghampiri lelaki itu sambil tersenyum, berharap bisa ia ajak untuk berbicara.
Akhirnya ada juga masyarakat dari desa Kantana yang mau keluar dan berusaha seperti mencoba
berbaur kembali walau hanya seorang saja.
“Anu permisi kek, selamat pagi maaf saya mengganggu. Bolehkah saya menanyakan satu hal?”
Ucap Kinastri sambil berdiri, laki-laki paruh baya itu berbalik menghadap Kinastri dan tak di
sangka oleh Kinastri lelaki ini tersenyum kearahnya. Kinastri menjadi lebih semangat dari
sebelumnya walau ada sedikit keheranan yang menyelimutinya, jarang sekali ada orang yang
tersenyum semenjak kejadian buku itu hilang.
“Akhirnya yang ditunggu-tunggu telah tiba” Ucapnya. Mendengar itu Kinastri menjadi tambah
bingung dan merasa bersalah karena ternyata ada seseorang yang menuggu kehadirannya.
“Eh? Saya ditunggu? Maaf kalau begitu kek, apa kakek menunggu lama?” Tanya Kinastri sambil
menurunkan sedikit tubuhnya sebagai gestur permintaan maaf.
“Tidak juga nak, dan kakek tahu kau akan menanyakan apa pada kakek. Pasti kau ingin
menanyakan bagaimana cara agar bisa menyelamatkan desa ini kan? Dan sepertinya kau sudah
tahu siapa orang dibalik ramalan itu” Ucap lelaki paruh baya itu menebak pertanyaan yang akan
diajukan oleh Kinastri. Sekali lagi Kinastri dibuat terkejut oleh lelaki paruh baya itu.
“Eh? Mengapa kakek bisa tahu aku ingin menanyakan hal tersebut? Dan jika kakek bicara
mengenai ramalan itu, sebenarnya saya tak yakin jika itu adalah saya” Ucap Kinastri dengan
suaranya yang sedikit lirih kali ini. “ Mau kuberi tahu sesuatu nak? Sebenarnya benar perempuan
yang ada di dalam ramalan itu adalah kamu, Kinastri. Dan bagaimana caranya, kau harus mencari
teman yang berbeda bahasa darimu dan jalinlah ikatan dengannya. Maka bahasa yang tadinya
berbeda akan sama seperti kita menggunakan bahasa persatuan ini” Ucap lelaki paruh baya itu.
Kinastri menatap lelaki paruh baya itu dengan kebingungan, dalam hatinya ia bertanya mencari
teman yang berbeda dengannya? Bagaimana caranya? Orang yang berada di desa ini sudah tidak
pernah peduli satu sama lain sekedar berbicara saja susah, apa yang harus dilakukannya?
“Tenang saja nak, aku paham keresahanmu. Untuk itu aku akan memberimu sebuah sihir, dimana
sihir ini bisa membuatmu melihat cahaya dalam diri masyarakat desa ini. Untuk menjadikannya
agar bisa menjadi rekanmu kamu harus melihat cahaya yang ada dalam dirinya, jika cahaya itu
berwarna biru bercampur merah itu artinya dalam dirinya masih ada keinginan untuk menjadikan
desa ini seperti semula walau dirinya sudah setengahnya tidak peduli dengan desa ini. Sedangkan
cahaya biru itu artinya ia memang peduli dengan desa dan ingin mengembalikan desa ini seperti
semula. Izinkan aku untuk menyalurkan sihirnya ya, pejamkanlah matamu” Ucap lelaki paruh baya
itu kepada Kinastri, Kinastri hanya diam berdiri saja dan menuruti perintah, membiarkan lelaki
paruh baya itu menyalurkan sihir pada dirinya. Lelaki paruh baya itu mengangkat tangannya
mengarahkannya pada kepala Kinastri tanpa menyentuhnya sambil membacakan suatu mantra.
Tak lama penyaluran sihir sudah selesai, saatnya Kinastri mencoba sihirnya apakah bekerja atau
tidak.
“ Kek… Sepertinya berhasil. Aku bisa melihat dengan jelas cahaya dalam diri kakek berwarna
biru dan di sebelah sana juga terdapat satu orang yang memiliki warna yang bercampur merah dan
biru, apa yang harus aku lakukan dengan cahaya bercampur itu kek?” Tanya Kinastri
memfokuskan matanya pada satu orang yang terlihat menyendiri sambil duduk. Lelaki paruh baya
itu ikut melirik pada seseorang itu dan tersenyum. “ Pertanyaan bagus nak, caranya adalah kau
harus mengubah cahaya tercampur itu menjadi biru sepenuhnya. Dengan menggunakan tongkat
sihir ini” Ucap lelaki paruh baya itu menyodorkan satu tongkat sihir pada Kinastri.
Kinastri mengambil tongkat sihir dari lelaki paruh baya itu, ia tersenyum dan mengucapkan
terima kasih. Dilihatnya tongkat sihir itu dengan berbinar-binar sambil kebigungan bagaimana cara
mengoperasikannya. “Anu kek, tapi bagaimana cara mengoperasikannya?” Ucap Kinastri
bertanya. Lelaki paruh baya itu terkejut, ternyata ia belum memberi tahu cara mnggunakannya
pada Kinastri. “Ah maaf, jadi begini nak kau arahkan tongkat itu pada orang yang ditarget sambil
mengucapkan sebuah mantra. Mantranya ialah Bahasa Menjadi Satu, Budaya Menyatukan Kita,
Jadikanlah Ikatan Ini Kuat! Sekarang kau coba” Ucapnya, Kinastri mencoba perintah yang
diperintahkan dan benar saja setelah mengucapkan mantra itu ia melihat cahaya dari dalam orang
itu menjadi biru sepenuhnya.
Seseorang itu berbalik arah menghadap Kinastri dan berlari kearah mereka berada. Tanpa
sepengetahuan Kinastri, lelaki paruh baya itu sudah menghilang seperti daun yang tertiup angin.
Kinastri terkejut kemana perginya lelaki paruh baya tadi? Tapi akhirnya kebingungan itu
menghilang ketika seseorang yang tadi sudah disihir itu akhirnya bertemu dengannya.
“Huh…Huh…Huh…” deru nafasnya terdengar oleh Kinastri, orang itu tenyata adalah perempuan
juga sama seperti Kinastri. “Anu…Kau tak apa?” Tanya Kinastri pada perempuan itu. “Aku tak
apa. Tapi entah kenapa diriku memintaku untuk berlari kepadamu. Tunggu, Kenapa cara bicaraku
jadi seperti ini? Awalnya tidak begini! Semenjak buku pustakamantra hilang aku selalu memakai
bahasa daerahku, ada apa ini?” Tanya perempuan itu mengarah pada Kinastri.
“Tunggu, bahasa daerah? Ah! Apa kau ingin mengembalikan desa ini seperti semula? Jika iya,
artinya kau sekarang menjadi rekanku. Itu pasti karena mantra tadi, ikatannya benar-benar
terhubung, itu sebabnya bahasa yang semula berbeda menjadi sama karena ikatannya. woahhh
sihirnya benar-benar kerennn” Ucap Kinastri heboh, membuat perempuan dihadapannya
kebingungan dengan tingkahnya. “Sihir? Ikatan? Maksudnya?” Tanya perempuan itu berusaha
mendapat jawaban yang masuk akal dari Kinastri. “Iya ikatan, kau memiliki keinginan untuk
mengembalikan desa ini seperti semula kan? Dan aku memiliki tugas untuk mencari rekan yang
berbeda bahasa dan budaya denganku demi upaya agar bisa mengembalikan desa ini seperti semula
dengan sihir yang membentuk ikatan, siapa namamu?” Ucap Kinastri berusaha menjelaskan
tentang sihir, ikatan , dan berakhir menanyakan nama.
“Martha, namaku Martha. Ahh begitu kahh? Tapi memang benar aku ingin mengembalikan desa
ini, karena jujur saja aku sudah muak dengan keadaan ini.Tapi aku bingung harus kepada siapa,
akhirnya aku bertemu denganmu lewat ikatan yang kau beri, dan namamu?” Martha mengeluarkan
isi hatinya pada Kinastri sambil mengenalkan dirinya dan berbalik bertanya. “Kinastri,” Balas
Kinastri mengenalkan diri. Merasa ada yang mengganjal di celananya, akhirnya Kinastri mencoba
meraba-raba celananya.
Di dalam celananya terdapat empat tongkat sihir lagi dan secarik kertas. Kinastri membaca surat
itu dengan seksama dan tak lama terpukau. Ternyata isi dari surat itu ialah ia harus mencari empat
orang agar bisa bekerja sama dengannya dan membuat ikatan, dalam surat itu juga dituliskan
bahwa mantra yang tadi sudah di ucapkan adalah seperti semacam kontrak bekerja sama. Dari
mantra itu otomatis kekuatan yang dimiliki Kinastri sekarang akan ikut mentransfer ke orang yang
sudah memiliki ikatan dengannya. Bisa dibilang kali ini Martha memiliki kelebihan melihat cahaya
seperti kemampun Kinastri.
“ Kinastri! Orang itu! ada cahaya di dalam tubuhnya! Sebenarnya ada apa? Semenjak aku
memiliki ikatan denganmu aku jadi memiliki kemampuan seperti ini” Ucap Martha sedikit panik.
Kinastri berusaha menenangkannya dan memberi tongkat sihir juga surat pada Martha. “ Itu karena
ikatannya. Dan kau bisa baca dari surat ini, ah! dan ini tongkat sihirnya” Ucap Kinastri
menyodorkan dua barang tersebut. Martha membaca suratnya dan seketika mengerti. “ Ahh
baiklah, apakah aku boleh mencobanya?” Tanya Martha meminta izin pada Kinastri, Kinastri
tersenyum dan menganggukkan kepalanya tanda setuju.
“Bahasa Menjadi Satu, Budaya Menyatukan Kita, Jadikanlah Ikatan Ini Kuat!”
Ucap Martha mendengungkan mantra pembuat ikatan. Kali ini yang akan menjadi rekan mereka
berdua adalah seorang pemuda. Sama seperti Martha pemuda ini menghampiri mereka dan terus
begitu sampai tongkat sihir habis dan menghasilkan tiga anak perempuan dan dua orang anak laki-
laki. Tentunya mereka berbeda bahasa dan budaya tapi tetap berbahasa satu dan berbudaya satu.
Lima orang ini diantaranya adalah Kinastri, Martha, Sinta, Ditto, dan Rama. Merekalah pemuda-
pemudi yang akan mengembalikan desa seperti semula menggunakan sihir yang mereka punya.
Tak lama Lelaki paruh baya itu muncul lagi. Ia melihat para pemuda-pemudi dengan bangga dan
tersenyum. “ Apa yang harus kami lakukan selanjutnya kek?” Ucap Kinastri pada Lelaki paruh
baya itu. “Kalian harus mengalahkan pencuri pustakamantra tersebut dan merebut kembali
Pustakamantra dengan mantra kalian masing-masing, dan pecahkan misteri-misteri di dalamnya.
Jika ada kesulitan kalian cukup menyebut namaku sebanyak tiga kali, namaku Ki Parta. Pergilah
ke hutan Madya!” Ucap lelaki paruh baya itu yang ternyata bernama Ki Parta. Ki Parta juga
memberi satu kekuatan yang tak kalah istimewa yaitu, Membaca pikiran, Meniru, Teleportasi,
Transparan, dan Penghancur.
“ Kinastri kau bisa membaca pikiran, Martha kau bisa meniru, Sinta kau bisa Teleportasi, Ditto
kau bisa menjadi transparan, dan Rama kau bisa menghancurkan apapun yang ada dihadapanmu.
Kasus ini kupercayakan pada kalian, semoga berhasil” Ucap Ki Parta dan berakhir menghilang.
“Woah sepertinya ini akan seru Kinastri, aku akan membawa kalian ke lokasi yang dituju dengan
kekuatan teleportasiku ini” Ucap Sinta meraih tangan keempat rekannya dan mulai memejamkan
matanya. Sekarang mereka sudah ada di hutan Madya, tempat dimana pencuri pustakamantra
dikabarkan bersembunyi. Memang awalnya tidak ada yang aneh tapi itu hanya kedok saja dan
berakhir dibuka kedok itu menggunakan mantra Kinastri.
“Hiji Waktu, Hiji Tempat, Bukakeun Tempat ieu Ka Nu Sabenerna!”
Benar saja setelah Kinastri merapalkan mantra pembuka tempat, tempat yang awalnya adalah
hutan seketika berubah menjadi sebuah keraton yang megah. Mereka berlima mulai memasuki
keraton tersebut, hawa mencekam mulai terasa diantara mereka, namun tak masalah selagi mereka
bersama tak akan ada yang terjadi. Mereka berlima tiba di sebuah ruangan yang sepertinya
terkunci. Ketika sedang memutuskan masuk keruangan atau tidak, sudah ada salah satu raksasa
yang menghampiri mereka. Martha langsung menyadari itu dan merapalkan mantranya.
“Tondi Manimuk, Diparsoada ma” Mantra Martha berhasil membuat raksasa itu menghilang
dalam sekejap. Kinastri mengajak Martha untuk melakukan tos dan meminta Rama untuk
menghancurkan pintu di depan mereka. Rama mengencangkan tangannya, mengepalkannya, dan
memukul pintu itu sampai hancur. Akhirnya mereka berlima bisa memasuki ruangan ini. Namun
Ditto mengusulkan agar tak semua anggota masuk ke dalam, tentunya ada pengawasan, karena ini
cukup bahaya. Terpilihlah Rama dan Martha yang berjaga.
Di dalam ruangan tersebut mereka bertiga mencoba mencari sesuatu dokumen atau apapun yang
siapa tahu akan berguna nanti. Dan Ditto menemukan sebuah kertas, di mana kertas itu memiliki
gambar seperti sebuah teka-teki. “ Kinastri, Sinta, lihat, aku menemukan apa” Ucap Ditto
memecahkan fokus Kinastri dan Sinta yang juga sedang sibuk mencari sebuah petunjuk. Perhatian
mereka beralih ke kertas yang dipegang oleh Ditto. “Hm? Boleh kamu baca apa itu Ditto?” Pinta
Sinta pada Ditto disusul Kinastri. “Disini tergambar alat musik tradisional, diantaranya ada gambar
Tarawangsa, Tifa, Rindik, dan juga Suling. Apa maksudnya?” Kinastri tiba-tiba teringat, pada saat
ia mencari tadi ada sebuah berangkas yang terkunci. Mungkin saja kertas ini sebagai petunjuk
untuk membuka berangkas tersebut.
“ Ditto, Sinta, sepertinya kertas ini adalah petunjuk untuk membuka berangkas yang ada disana,
mau kita coba cari tahu? Simpan kertas itu, dan mari kita cari tahu bersama yang lain!”Ajak
Kinastri pada Sinta dan Ditto. Mereka setuju dan mengajak yang lainnya, mereka berlima pergi
dari ruangan tersebut dan beralih pada ruangan selanjutnya. Di ruangan tersebut terdapat banyak
alat musik tradisional, mereka mulai mencari alat musik yang di gambar di kertas itu. Satu-persatu
mereka menemukannya, benar saja setiap alat musik memiliki nomor yang berbeda-beda. Nomor
2 berada di Tarawangsa, nomor 5 berada di Tifa, nomor 9 berada di Rindik, dan nomor 7 berada
di Suling.
Mereka bergegas kembali ke ruangan sebelumnya, benar saja kunci dari berangkas itu akhirnya
terbuka. Dalam berankas itu berisi tempat dimana pustakamantra berada. Sudah beberapa teka-
teki, dan musuh yang sudah dikalahkan, ini saatnya untuk merebut kembali buku sihir desa yang
tersohor itu. Mereka sudah lebih semangat sekarang, karena akhirnya kegelapan yang ada desa
Kantana sebentar lagi akan sirna dan berganti ke cahaya kedamaian seperti semula. Namun
tentunya mereka tidak mudah untuk mengalahkan pencuri ini pastinya perlu adanya kerja sama
diantara mereka berlima.
“ Sudah siap? Ayo!” Ucap Kinastri mengajak rekan-rekannya. Baru saja memasuki ruangan,
Kinastri sudah dibuat terkejut yang bercampur kecewa. Bagaimana tidak? Ternyata dalang dibalik
hilangnya buku sihir pustakamantra adalah ayahnya sendiri. Kinastri hanya bisa berdiri tegang
dan menggertakan giginya sekeras mungkin. Tidak percaya bahwa orang yang selama ini dikenal
sebagai orang yang terdekat malah menjadi pengkhianat.
“ Hm? Oh sudah datang rupanya, anak ayah yang cantik. Hehehe” Ucap ayah Kinastri dengan
buku sihir Pustakamantra di lengannya. Martha, Sinta, Ditto, dan Rama melirik kearah Kinastri
dengan terkejut. “Mulai sekarang kau bukanlah ayahku. Semuanya kumohon SERANG!” Perintah
Kinastri kepada temannya, tanpa ragu mereka berlima langsung menyerang dan mengeluarkan
segala mantra untuk mengalahkan sang pencuri. “Ekh-“ Kinastri sedikit tidak bisa bernapas karena
tenggorokannya yang dicekik oleh ayahnya sendiri, namun ia tetap melawan dan berusaha
melepaskan cengkeraman mencekik dari ayahnya. “Woah belajar darimana kau durhaka pada
ayahmu sendiri nak? Sampai-sampai kau bicara aku bukanlah ayahmu, itu membuatku sedih loh”
“Raga Leungit, Leungitkeun kula!” Akhirnya mantra Kinastri pun dirapalkan lagi dan cukup
untuk melepaskan dirinya dari ayahnya. Sekarang dirinya berdiri di atas lantai keraton tersebut,
melihat ayahnya dengan napasnya yang terengah-engah dan sedikit batuk. Tapi syukurlah akhirnya
ia berhasil keluar dari cengkeraman tangan ayahnya yang tadi mencekiknya cukup kuat. Mengapa
jadi seperti ini? Aku tidak mengerti. Itulah isi pikiran yang menghantui pikiran Kinastri sekarang.
Melihat Kinastri yang seperti kesakitan dan kewalahan dibawah, Martha, Sinta, Ditto, dan Rama
pun bergegas menyusul Kinastri dan memastikan Kinastri tidak apa-apa. “Kinastri, kau tidak apa-
apa?” Tanya Sinta khawatir, Kinastri mengangguk dan mengacungkan ibu jarinya pertanda bahwa
dia tidak apa-apa. “Aku tak apa, huh-“ Tiba-tiba saja kekuatan pembaca pikiran yang dimiliki
Kinastri aktif dan mendengar semua pikiran yang ada di dalam musuh. Dari sinilah ia tahu apa
yang harus dilakukan.
“Dasar anak-anak ini, untuk mengalahkanku kalian harus merebut buku ini dariku, menyentuh
cahaya dalam diriku, dan rapalkan mantra yang terkuat dari Pustakamantra. Tapi aku yakin
mereka pasti tidak akan bisa” Ucapnya dengan penuh meremehkan dan percaya diri, Kinastri
menjadi memiliki sebuah ide. Dengan sihirnya, sekali lagi Kinastri membuat para rekannya itu
seperti terhubung dengan pikirannya.
“ Hiji Rasa, Hiji Ikatan, Jadikeun Ieu Pikiran Kahubung!”
Lewat mantra inilah pikiran mereka berlima menjadi saling menyambung satu sama lain. Dalam
pikiran Kinastri, ia meminta Martha, Sinta, dan Ditto untuk mengecoh musuh dengan kekuatan
dan mantra yang dimiliki masing-masing. Sedangkan Rama dan dirinya akan berusaha merebut
kembali buku Pustakamantra itu dan merapalkan salah satu mantra terkuat yang ada di dalam
Pustakamantra. Akhirnya buku Pustakamantra berhasil direbut, Kinastri segera membuka salah
satu halaman di buku tersebut sedangkan Rama mengarahkan tongkat sihirnya ke dalam diri musuh
yang memiliki cahaya kegelapan di dalam dirinya.
“Kau ingin tahu kenapa aku bisa seperti ini nak? ITU SEMUA KARENA SALAH KAKEKMU!
Coba saja jika kakekmu tidak melakukan kesalahan itu, mungkin saja aku tidak seperti ini. Setelah
perceraian ku dengan ibumu, karena pernikahan kita tidak direstui aku menjadi tidak
diperbolehkan ada di desa itu dan tidak menemukan kedamaian dan kebahagiaan seperti di
Kantana. AKU IRI! IRI SEKALI! Itu sebabnya aku mengambil buku Pustakamantra ini dan
menghapuskan segala kedamaian dan kebahagiaan bahasa dan budaya didalamnya agar semua
orang di desa itu juga bisa merasakan apa yang aku rasakan” Ucap Ayah Kinastri, pada saat
putrinya itu ingin merapalkan mantra padanya. Tubuh Kinastri seketika bergetar, giginya ia
gertakan dengan penuh amarah, ekspresi wajahnya penuh dengan kemarahan dan kebencian
karena sudah tak tahan dengan tingkah laku ayahnya itu.
“TAPI BUKAN SEPERTI ITU CARANYA! AYAH MELAKUKAN HAL YANG SALAH!
AYAH IRI? ITU BUKANLAH URUSAN BAGI DESA KANTANA! Hanya karena kakek tidak
merestuimu dan berakhir tidak mendapat kedamaian seperti di desa Kantana kau jadi seperti ini?
Kekanak-kanakan? Konyol, KONYOL SEKALI!” Ucap Kinastri tegas dan lantang berusaha
menjatuhkan musuh atau bisa dibilang ayahnya. “Kau juga tahu sendiri kan, desa Kantana itu kuat
dan damai karena terdapat bahasa dan budaya yang ditulis menjadi mantra di Pustakamantra, itu
bisa terjadi karena adanya kontribusi dari Kakek dan Ibu di dalamnya. Sekarang aku ingin
bertanya, apakah kau memiliki kontribusi terhadap Kantana? Tidak kan? Kakek juga tidak
merestuimu karena Kakek tahu kau tidak memberikan kontribusi apapun pada Kantana seperti
diriku, Kakek, dan Ibu. Kau hanya bisa mengotori bahasa dan mencoreng budayanya, itu sebabnya
kakek tidak merestuimu. Dan satu lagi, aku sangat benci padamu yah, sangat benci. Kau sudah
meretakkan kedamaian bahasa dan budaya yang terkandung dalam desa Kantana.” Ucap Kinastri,
suaranya sudah bergetar namun tetap tegar, berusaha menyembunyikan amarahnya dan kesedihan
yang hampir meledak-ledak.
“Sudah saatnya penderitaan di desa Kantana menghilang, mereka akan berbahasa satu dan
berbudaya satu kembali. Sama seperti dahulu” Ucap Kinastri sambil menahan air matanya agar
tak keluar. Dirinya tak sanggup dengan keadaan yang seperti ini, tapi mau bagaimana pun juga
apapun atau siapapun yang menghalangi kedamaian harus ia musnahkan dan menyingkirkannya,
karena itulah tugasnya.
“Hiji Roso, Siji Budoyo, Esa Boso, Musnahkanlah!”
Kinastri merapalkan salah satu mantra terkuat yang ada di Pustakamantra, yakni Hiji Roso, Siji
Budoyo, Esa Boso. Yang dimana mantra ini ialah mantra yang berisi mantra kehidupan yang
damai, aman, dan tenteram. Mantra ini ialah gabungan antara berbahasa yang beragam dan budaya
yang beragam, itulah sebabnya mantra ini disebut sebagai mantra kedamaian. Dan tentunya
kekuatan yang ada didalamnya pun besar.
Akhirnya Kinastri, Martha, Sinta, Ditto, dan Rama sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Ini saatnya untuk mereka kembali pulang, Sinta segera memindahkan mereka kembali ke desa
Kantana dan meletakan buku Pustakamantra ke tempat semula. Desa pun kembali mendapatkan
cahaya kedamaiannya dan masyarakat pun kembali tersenyum dengan damai, menggunakan
bahasa yang sama dan budayanya pun berbeda namun tetap bersatu. Ki Parta datang menghadapi
mereka berlima dengan bangga dan mengangkat mereka menjadi para Ksatria Kantana.